Ikrar Kemenangan

Текст
Из серии: Cincin Bertuah #5
0
Отзывы
Читать фрагмент
Отметить прочитанной
Как читать книгу после покупки
Ikrar Kemenangan
Шрифт:Меньше АаБольше Аа

IKRAR KEMENANGAN

(BUKU #5 DALAM CINCIN BERTUAH)

Morgan Rice

Tentang Morgan Rice

Morgan Rice adalah penulis terlaris #1 dan penulis terlaris USA Today dari serial fantasi epik CINCIN BERTUAH, yang terdiri dari tujuh belas buku; serial terlaris #1 HARIAN VAMPIR, yang terdiri dari sebelas buku (dan terus bertambah); serial terlaris #1 THE SURVIVAL TRILOGY (TRILOGI KESINTASAN), sebuah thriller pasca-apokaliptik yang terdiri dari dua buku (dan terus bertambah); dan serial fantasi epik KINGS AND SORCERERS (PARA RAJA DAN PENYIHIR), yang terdiri dari dua buku (dan terus bertambah). Buku-buku Morgan tersedia dalam edisi audio dan cetak, serta terjemahan yang tersedia dalam lebih dari 25 bahasa.

PENJELMAAN (Buku #1 dalam HARIAN VAMPIR), ARENA SATU (Buku #1 dari Trilogi Kesintasan) dan PERJUANGAN PARA PAHLAWAN (Buku #1 dalam Cincin Bertuah) dan KEBANGKITAN PARA NAGA (Raja dan Penyihir—Buku #1) yang masing-masing tersedia sebagai unduhan gratis!

Morgan ingin mendengar pendapat Anda, jadi jangan ragu untuk mengunjungi www.morganricebooks.com untuk bergabung di daftar surel, menerima buku gratis, menerima hadiah gratis, mengunduh aplikasi gratis, mendapatkan berita eksklusif terbaru, terhubung ke Facebook dan Twitter, dan tetap terhubung!

Pujian Pilihan untuk Morgan Rice

“CINCIN BERTUAH mempunyai semua resep kesuksesan: plot, plot titik balik, misteri, para ksatria pemberani dan hubungan antar tokoh yang diwarnai patah hati, tipu muslihat dan pengkhianatan. Anda akan terhibur selama berjam-jam, dan sesuai untuk semua usia. Direkomendasikan sebagai koleksi pustaka semua pecinta kisah fantasi.”

--Books and Movie Reviews, Roberto Mattos

“Rice melakukan pekerjaan yang bagus mendorong Anda ke dalam kisah ini dari pertama, memanfaatkan kualitas deskriptif yang hebat yang melampaui penggambaran setting… Ditulis dengan indah dan sangat cepat dibacanya.”

--Black Lagoon Reviews (berdasarkan Penjelmaan)

“Kisah yang ideal bagi pembaca muda. Morgan Rice melakukan pekerjaan yang bagus dengan memutar balikkan lika-liku yang menarik… Menyegarkan dan unik. Serial ini berfokus di sekitar seorang gadis… gadis yang luar biasa!... Mudah dibaca tapi bertempo cepat… Berperingkat PG.”

--The Romance Reviews (berdasarkan Penjelmaan)

“Mencuri perhatian saya dari awal dan tidak dapat lepas….Kisah ini merupakan sebuah petualangan menakjubkan yang bertempo cepat dan action yang dikemas sejak permulaan. Tidak ditemukan momen yang membosankan.”

--Paranormal Romance Guild (berdasarkan Penjelmaan)

“Rintangan yang dikemas dengan aksi, roman, petualangan, dan ketegangan. Miliki buku ini dan jatuh cintalah lagi.”

--vampirebooksite.com (berdasarkan Penjelmaan)

“Plot yang bagus, dan khususnya ini adalah jenis buku yang akan memiliki kesulitan untuk ditinggalkan di malam hari. Akhirnya tegang dan sangat spektakuler sehingga Anda akan segera ingin membeli buku selanjutnya, lihat saja apa yang akan terjadi.”

--The Dallas Examiner (berdasarkan Cinta)

“Sebuah buku rival dari TWILIGHT dan VAMPIRE DIARIES, dan satu-satunya yang akan membuat Anda ingin tetap terus membacanya sampai halaman terakhir! Jika Anda menyukai petualangan, cinta dan vampir, buku inilah yang tepat bagi Anda!”

--Vampirebooksite.com (berdasarkan Penjelmaan)

“Morgan Rice membuktikan dirinya lagi untuk menjadi penulis kisah yang sangat bertalenta.. Buku ini akan digemari oleh berbagai macam pembaca, termasuk fans yang lebih muda dari genre vampir/fantasi. Buku ini diakhiri dengan ketegangan yang toidak diharapkan yang meninggalkan Anda terkejut.”

--The Romance Reviews (berdasarkan Cinta)

Buku-buku oleh Morgan Rice

PARA RAJA DAN PENYIHIR

KEBANGKITAN PARA NAGA (Buku #1)

KEBANGKITAN SANG PEMBERANI (Buku #2)

RINTANGAN KEMULIAAN (Buku #3)

TEMPAAN KEBERANIAN (Buku #4)

CINCIN BERTUAH

PERJUANGAN PARA PAHLAWAN (Buku #1)

BARISAN PARA RAJA (Buku #2)

TAKDIR NAGA (Buku #3)

PEKIK KEMULIAAN (Buku #4)

IKRAR KEMENANGAN (Buku #5)

PERINTAH KEBERANIAN (Buku #6)

RITUAL PEDANG (Buku #7)

SENJATA PUSAKA (Buku #8)

LANGIT MANTRA (Buku #9)

LAUTAN PERISAI (Buku #10)

TANGAN BESI (Buku #11)

DARATAN API (Buku #12)

SANG RATU (Buku #13)

SUMPAH PARA SAUDARA (Buku #14)

IMPIAN FANA (Buku #15)

PERTANDINGAN PARA KSATRIA (Buku #16)

HADIAH PERTEMPURAN (Buku #17)

TRILOGI KESINTASAN

ARENA SATU: BUDAK-BUDAK SUNNER (Buku #1)

ARENA DUA (Buku #2)

HARIAN VAMPIR

PENJELMAAN (Buku #1)

CINTA (Buku #2)

KHIANAT (Buku #3)

TAKDIR (Buku #4)

DIDAMBAKAN (Buku #5)

TUNANGAN (Buku #6)

SUMPAH (Buku #7)

DITEMUKAN (Buku #8)

BANGKIT (Buku #9)

RINDU (Buku #10)

NASIB (Buku #11)



Dengarkan serial CINCIN BERTUAH dalam format buku audio!

Hak Cipta © 2013 olah Morgan Rice

Semua hak dilindungi undang-undang. Kecuali diizinkan di bawah U.S. Copyright Act of 1976 (UU Hak Cipta tahun 1976), tidak ada bagian dari buku ini yang boleh direproduksi, didistribusikan atau dipindahtangankan dalam bentuk apapun atau dengan maksud apapun, atau disimpan dalam database atau sistem pencarian, tanpa izin sebelumnya dari penulis.

eBuku ini terlisensi untuk hiburan personal Anda saja. eBuku ini tidak boleh dijual kembali atau diberikan kepada orang lain. Jika Anda ingin membagi buku ini dengan orang lain, silakan membeli salinan tambahan bagi tiap penerima. Jika Anda membaca buku ini dan tidak membelinya, atau tidak dibeli hanya untuk Anda gunakan, maka harap kembalikan dan belilah salinan milik Anda sendiri. Terima kasih telah menghargai kerja keras penulis ini.

Ini adalah sebuah karya fiksi. Nama, karakter, bisnis, organisasi, tempat/lokasi, acara, dan peristiwaadalah hasil karya imajinasi penulis atau digunakan secara fiksi. Setiap kemiripan dengan orang-orang yang sebenarnya, hidup atau mati, adalah sepenuhnya kebetulan.

Hak cipta gambar sampul oleh Unholy Vault Designs, digunakan di bawah lisensi dari Shutterstock.com

DAFTAR ISI

BAB SATU

BAB DUA

BAB TIGA

BAB EMPAT

BAB LIMA

BAB ENAM

BAB TUJUH

BAB DELAPAN

BAB SEMBILAN

BAB SEPULUH

BAB SEBELAS

BAB DUA BELAS

BAB TIGA BELAS

BAB EMPAT BELAS

BAB LIMA BELAS

BAB ENAM BELAS

BAB TUJUH BELAS

BAB DELAPAN BELAS

BAB SEMBILAN BELAS

BAB DUA PULUH

BAB DUA PULUH SATU

BAB DUA PULUH DUA

BAB DUA PULUH TIGA

BAB DUA PULUH EMPAT

BAB DUA PULUH LIMA

BAB DUA PULUH ENAM

BAB DUA PULUH TUJUH

BAB DUA PULUH DELAPAN

“Hidup dijaga dengan baik oleh setiap pria, namun pria terhormat sangat lebih mengutamakan kehormatan dibandingkan nyawa.”

—William Shakespeare

Troilus and Cressida

BAB SATU

Andronicus berkuda dengan bangga ke tengah ibukota kerajaan McCloud, didampingi oleh ratusan jendralnya dan menyeret miliknya yang paling berharga di belakangnya: Raja McCloud. Senjatanya terlucuti, setengah telanjang, tubuhnya yang berbulu diselubungi lemak. Raja McCloud terikat dengan tali dan diikat ke belakang sadel Andronicus menggunakan tali panjang yang mengitari pergelangan tangannya.

 

Pada saat Andronicus berkuda perlahan-lahan, menikmati kemenangannya, ia menyeret McCloud melalui jalan-jalan. Melewati jalan berdebu dan kerikil, menggumpalkan awan debu. Rakyat McCloud berkumpul dan terpana. Ia bisa mendengar McCloud berseru, menggeliat kesakitan saat ia mengaraknya melalui jalan-jalan di kotanya sendiri. Andronicus berseri-seri. Wajah rakyat McCloud tertekuk dalam ketakutan. Itu adalah mantan raja mereka, sekarang menjadi budak yang paling rendah. Itu adalah salah satu hari terbaik yang bisa Andronicus ingat.

Andronicus terkejut dengan betapa mudahnya untuk menguasai kota McCloud. Seolah-olah pasukan McCloud telah kehilangan semangat bahkan sebelum serangan dimulai. Pasukan Andronicus telah menaklukkan mereka dalam sekejap, ribuan tentaranya merangsek masuk, menggilas beberapa prajurit yang memberanikan diri bertahan, dan mengerumuni kota itu dalam sekejap mata. Mereka pasti telah menyadari bahwa tak ada gunanya melawan. Mereka semua telah menurunkan senjata mereka dengan anggapan, jika mereka menyerah, Andronicus akan menjadikan mereka tawanan.

Namun mereka tidak mengenal Andronicus yang agung. Dia membenci penyerahan diri. Dia tidak membutuhkan tawanan, dan menurunkan senjata mereka hanya membuat itu semua lebih mudah baginya.

Jalan-jalan di kota McCloud digenangi darah saat pasukan Andronicus menyerbu setiap lorong, setiap jalan kecil, membantai setiap orang yang bisa mereka temukan. Wanita dan anak-anak dia ambil sebagai budak, seperti yang selalu dia lakukan. Rumah-rumah mereka jarah, satu rumah sekaligus.

Saat ini Andronicus sedang berkuda, perlahan-lahan melintasi jalan, mengamati kemenangannya, dia melihat mayat di mana-mana, timbunan tanah, rumah-rumah yang hancur. Dia berpaling dan mengangguk pada salah satu jendralnya, dan segera jendral itu mengangkat sebuah obor tinggi-tinggi, menggerakkan pasukannya, dan ratusan dari mereka menyebar ke seluruh kota, menyalakan api di atap-atap jerami. Api membumbung di sekeliling mereka, mencapai langit, dan Andronicus sudah bisa merasakan hawa panas dari sana.

“TIDAK!” McCloud menjerit, menggapai-gapai tanah di belakangnya.

Andronicus menyeringai semakin lebar dan mempercepat kudanya, menuju ke sebuah batu yang sangat besar; muncullah bunyi gedebuk yang memuaskan, dan ia tahu tubuh McCloud telah diseret melewatinya.

Andronicus mendapatkan kepuasan besar dengan mengamati kota ini terbakar. Sebagaimana yang dia rasakan dalam setiap kota yang dikuasai dalam Kekaisarannya, dia akan meratakan kota itu dengan tanah terlebih dahulu, lalu membangunnya lagi, dengan rakyatnya sendiri, jendralnya sendiri, Kekaisarannya sendiri. Itu adalah kebiasaannya. Dia tidak menginginkan jejak kota yang lama. Dia membangun sebuah dunia baru. Dunia Andronicus.

Cincin, Cincin suci yang telah lolos dari semua pendahulunya, sekarang menjadi wilayah kekuasaannya. Ia hampir-hampir tidak bisa membayangkannya. Ia menarik napas dalam-dalam, membayangkan betapa hebatnya dirinya. Segera, dia akan melewati Dataran Tinggi dan juga akan menguasai setangah bagian yang lain dari Cincin. Sehingga tak akan ada lagi tempat yang tersisa di planet yang tidak berada di bawah pijakan kakinya.

Andronicus berpacu menuju patung McCloud yang menjulang, di alun-alun kota, dan berhenti di depannya. Patung itu berdiri di sana seperti sebuah tempat keramat, setinggi lima puluh kaki, dan terbuat dari pualam. Patung itu menunjukkan sebuah sosok McCloud yang tak dikenali Andronicus—seorang McCloud muda yang sehat dan berotot, mengangkat sebuah pedang sengan bangga. Patung itu merupakan egomaniak. Untuk itu, Andronicus mengaguminya. Sebagian dari dirinya ingin membawa patung itu kembali ke rumahnya, meletakkannya di istananya sebagai sebuah trofi.

Namun bagian lain dari dirinya terlalu muak dengan hal itu. Tanpa pikir panjang, ia mengulurkan tangan, mengambil selempangnya - tiga kali lebih besar dari milik manusia, cukup besar untuk menampung batu seukuran bongkahan-mencondongkan tubuh ke belakang dan melemparkannya sekuat tenaga.

Bongkahan batu kecil itu melayang di udara dan mengenai kepala patung. Kepala pualam McCloud hancur berkeping-keping, hancur di atas tubuh patung. Andronicus kemudian mengeluarkan teriakan, mengangkat pemukulnya di kedua tangan, menerjang, dan mengayunkannya sekuat tenaga.

Andronicus menghancurkan tubuh patung lalu pualam itu terguling, kemudian jatuh ke tanah, hancur dengan suara keras. Andronicus memutar kudanya dan memastikan, saat ia berderap di atas kuda, tubuh McCloud itu tergores pecahan pualam.

"Kau akan membayarnya!" McCloud yang menderita menangis lemah.

Andronicus tertawa. Dia telah bertemu banyak manusia dalam hidupnya, tapi yang satu ini mungkin hanya menjadi manusia yang paling menyedihkan dari mereka semua.

"Benar begitu?" Andronicus berteriak.

McCloud ini terlalu keras kepala; dia masih tidak mengakui kekuatan Andronicus yang agung. Dia harus diberi pelajaran, sekali dan untuk selamanya.

Andronicus mengamati kota itu, dan matanya jatuh tepat pada kastil McCloud. Ia menendang kudanya dan mulai berpacu, prajuritnya berjatuhan di belakangnya saat ia menyeret McCloud menyeberangi lapangan berdebu.

Andronicus berkuda menaiki lusinan tangga pualam, tubuh McCloud terbentur-bentur di belakangnya, berseru, dan mengerang pada tiap langkah, lalu ia terus berkuda, tepat menuju ke pintu masuk pualam. Para prajurit Andronicus telah berdiri berjaga-jaga di pintu, di atas mayat para pengawal McCloud yang berlumuran darah. Andronicus menyeringai puas karena melihat bahwa setiap penjuru kota telah menjadi miliknya.

Andronicus terus berkuda, tepat menuju pintu kastil yang sangat besar, di dalam sebuah koridor atap-atap tinggi yang melengkung, semua terbuat dari pualam. Ia mengagumi kelebihan raja McCloud ini. Dia jelas-jelas tidak tanggung-tanggung dalam memanjakan dirinya sendiri.

Sekarang harinya telah datang. Andronicus terus berkuda dengan para prajuritnya menyusuri koridor yang luas, tapak kaki kuda bergema di dinding, menuju ke ruangan yang jelas sekali merupakan singgasana McCloud. Ia menghambur melewati pintu dari kayu ek dan berkuda tepat ke tengah ruangan itu, menuju ke sebuah singgasana cabul, yang terbuat dari emas, terletak di tengah-tengah ruangan.

Andronicus turun dari kuda, menaiki anak tangga emas dengan perlahan, dan duduk di singgasana itu.

Ia bernapas dalam-dalam saat ia berpaling dan mengamati prajuritnya, lusinan jendralnya duduk di atas punggung kuda menunggu perintahnya. Ia menatap McCloud yang berlumuran darah, masih terikat pada kudanya, mengerang. Ia mengamati ruangan itu, memeriksa dinding-dindingnya, panji-panji, baju besi, persenjataan. Ia mengamati pembuatan singgasana itu dan mengaguminya. Ia berpikir untuk melelehkannya, atau mungkin membawanya pulang untuk dirinya sendiri. Mungkin ia akan memberikannya kepada salah satu jendralnya yang lebih rendah.

Tentu saja, singgasana ini masih bukan apa-apa dibandingkan singgasana Andronicus sendiri, singgasana yang terbesar di seluruh kerajaan. Singgasana yang telah menggunakan dua puluh pekerja selama empat puluh tahun untuk membangunnya. Pembangunannya telah dimulai pada masa hidup ayahnya dan terselesaikan pada hari Andronicus membunuh ayahnya sendiri. Itu adalah waktu yang sempurna.

Andronicus menatap McCloud, manusia kerdil yang menyedihkan ini, dan bertanya-tanya cara terbaik untuk membuat dia menderita. Ia mengamati bentuk dan ukuran tengkoraknya, dan memutuskan bahwa ia ingin mencuitkannya dan mengenakannya pada kalungnya, bersama dengan kepala-kepala lain yang diciutkan di sekeliling lehernya. Namun Andronicus menyadari bahwa sebelum ia membunuhnya, ia akan memerlukan beberapa waktu untuk menguruskan wajahnya, tulang pipinya, sehingga kepalanya terlihat lebih baik di sekeliling lehernya. Ia tidak menginginkan sebuah wajah gemuk dan montok menghancurkan keindahan kalungnya. Ia akan membiarkan dia hidup selama beberapa waktu, dan menyiksanya pada saat itu. Ia tersenyum kepada dirinya sendiri. Ya, itu adalah sebuah rencana yang sangat bagus.

“Bawa dia kepadaku,” Andronicus memberi perintah pada salah satu jendralnya, dengan suara menggertak kuno yang dalam.

Jendral itu melompat turun tanpa keraguan sekejap pun, bersegera menuju McCloud, memotong tali, dan menyeret tubuh berlumur darah menyusuri ruangan, melumurinya dengan warna merah saat dia berjalan. Dia menjatuhkannya di lantai di kaki Andronicus.

“Kau tak bisa lari dengan hal ini!” McCloud bergumam dengan lemah.

Andronicus menggelengkan kepalanya; manusia ini tak akan pernah belajar.

“Di sinilah aku, duduk di atas singgasanamu,” ujar Andronicus. “Dan di sanalah dirimu, terbaring di kakiku. Aku rasa akan lebih aman jika kau mengatakan bahwa aku bisa pergi dengan apa pun yang aku inginkan. Dan hal itu sudah aku miliki.”

McCloud terbaring di sana, mengerang dan menggeliat.

“Perintah pertamaku,” ujar Andronicus, “adalah untuk membuatmu membayar penghargaan yang layak kepada raja dan tuan barumu, yang pertama adalah untuk mencium tanganku dan memanggil aku Raja di tempat yang sebelumnya menjadi sisi McCloud dari Cincin.”

McCloud mendongak, berdiri, dan mencemooh ke arah Andronicus.

“Tak ‘kan pernah!” ujarnya, dan berpaling lalu meludah ke lantai.

Andronicus membungkukkan tubuh ke belakang dan tertawa. Ia sangat menikmati hal ini. Ia belum pernah bertemu dengan seorang manusia sekeras kepala ini dalam waktu yang lama.

Andronicus berpaling dan mengangguk, dan salah satu prajuritnya meraih McCloud dari belakang, sementara yang lain melangkah maju dan memegangi kepalanya. Prajurit ketiga melangkah maju dengan sebuah silet panjang. Saat dia mendekat tertekuk ketakutan.

“Apa yang kau lakukan?” McCloud bertanya dalam kepanikan, suaranya meninggi beberapa oktaf.

Pria itu mengulurkan tangan dan dengan segera mencukur setengah jenggot McCloud. McCloud mendongak kebingungan, jelas-jelas bingung karena pria itu tidak menyakiti dirinya.

Andronoicus mengangguk, dan pria lain melangkah maju dengan tongkat pengorek api panjang, yang di ujungnya diukiri besi berlambangkan kerajaan Andronicus – seekor singa dengan seekor burung di dalam mulutnya. Tongkat itu menyala berwarna jingga, mengepulkan uap panas, dan saat yang lain memegangi McCloud, pria itu menurunkan tongkat itu ke arah pipinya yang sekarang telanjang.

“TIDAK!” pekik McCloud, menyadari apa yang akan terjadi.

Tapi itu sudah terlambat.

Jeritan mengerikan membelah udara, disertai dengan suara mendesis dan bau daging terbakar. Andronicus melihat dengan senang saat tongkat itu membakar semakin dalam pada pipi McCloud. Suara mendesis itu semakin keras, jeritannya hampir tak tertahankan.

Akhirnya, setelah sepuluh detik, mereka menjatuhkan McCloud.

McCloud tersungkur di lantai, tak sadarkan diri, meneteskan air liur, saat asap naik dari setengah wajahnya. Wajahnya sekarang dilubangi dengan lambang Andronicus, terbakar di dalam dagingnya.

Andronicus membungkuk ke depan, menatap ke arah McCloud yang tak sadarkan diri, dan mengagumi hasil karyanya.

"Selamat datang di Kekaisaran."

BAB DUA

Erec berdiri di atas bukit di pinggir hutan dan mengamati satu pasukan kecil mendekat, dan jantungnya diliputi gejolak. Ia lahir untuk suatu hari seperti hari ini. Pada sejumlah pertempuran, batasan menjadi kabur antara yang pasti dan tak pasti – tapi tidak hari ini. Tuan tanah Baluster telah menculik pengantinnya tanpa rasa malu, dan telah berlaku sombong dan tanpa rasa menyesal. Dia telah diperingatkan atas kejahatannya, telah diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, tapi menolak melakukannya. Dia telah menanggung penderitaan untuk dirinya sendiri. Prajuritnya seharusnya tidak ikut campur–khususnya saat ini, karena dia telah mati.

Namun di sanalah mereka berkuda, ratusan dari mereka, membayar tentara bayaran untuk bangsawan yang lebih rendah ini–semua bertekad membunuh Erec semata-mata karena mereka dibayar oleh pria ini. Mereka menyerang ke arahnya dalam baju besi hijau mereka yang mengilap. Dan saat mereka semakin dekat, mereka mengeluarkan teriakan perang. Seolah-olah hal itu akan membuat dirinya takut.

Erec tidak takut. Ia telah melihat terlalu banyak pertempuran seperti ini. Jika ia telah belajar apa pun di semua tahun-tahun pelatihan, yaitu untuk tidak pernah takut ketika ia berjuang di sisi yang pasti. Ia diajarkan bahwa keadilan tidak selalu menang–tapi itu memberikan kekuatan sepuluh orang bagi pengemban keadilan.

 

Bukan rasa takut yang Erec rasakan saat ia melihat ratusan pria mendekat, mengetahui dirinya mungkin akan mati hari ini. Itu adalah harapan. Ia telah diberi kesempatan untuk bertemu kematiannya dengan cara yang paling terhormat, dan itu adalah sebuah hadiah. Ia telah membuat ikrar kemenangan, dan hari ini, ikrarnya menuntut haknya.

Erec menghunus pedangnya dan menyerang menuruni lereng kaki bukit, berlari menuju ke arah pasukan yang menyerang dirinya. Pada saat ini ia berharap lebih dari sebelumnya bahwa ia memiliki kuda kepercayaannya, Warkfin, untuk berkuda bersamanya ke dalam pertempuran–tapi ia merasakan kedamaian mengetahui Warfkin membawa Alistair kembali ke Savaria, untuk keselamatan istana Adipati.

Saat ia mendekati para prajurit itu, hampir lima puluh yard jaraknya, Erec menambah kecepatan, berlari menuju ksatria pemimpin di tengah. Mereka tidak melambat, dan tidak juga dirinya, dan ia menguatkan diri untuk pertempuran yang akan datang.

Erec tahu dia punya satu keuntungan: tiga ratus orang secara fisik tak bisa cukup dekat untuk semua serangan pada satu orang di saat yang sama; ia tahu dari pelatihannya bahwa yang paling banyak enam orang di atas kuda bisa berada cukup dekat untuk menyerang seorang pria sekaligus. Cara Erec melihatnya, itu berarti kemungkinannya bukan tiga ratus banding satu–tetapi hanya enam banding satu. Selama dia bisa membunuh enam orang di depannya setiap saat, ia memiliki kesempatan untuk menang. Itu hanya soal apakah ia memiliki stamina untuk melalui itu semua.

Saat Erec menyerang ke arah bukit, ia mengeluarkan satu senjata dari pinggangnya yang ia tahu akan menjadi senjata terbaik: sebuah cambuk dengan rantai sepanjang sepuluh yard, yang di bagian ujungnya terdapat sebuah bola logam berduri. Itu adalah sebuah senjata yang dimaksudkan untuk membuat jebakan di jalan–atau untuk situasi persis seperti ini.

Erec menunggu sampai saat-saat terakhir, sampai pasukan itu tidak punya waktu untuk bereaksi; lalu memutar cambuk itu tinggi di atas kepala dan menghempaskannya di sekitar medan pertempuran. Ia menyasar pada sebuah pohon kecil, dan rantai berduri terhampar di seluruh medan pertempuran; saat bola melilit batang pohon, Erec berguling dan menjatuhkan diri, menghindari tombak yang akan dihempaskan ke arahnya, dan berpegangan pada poros tombak sekuat tenaga.

Ia tepat waktu: tak ada waktu bagi pasukan itu untuk bereaksi. Mereka melihatnya pada detik terakhir dan mencoba mengerem kuda-kuda mereka–tapi mereka melaju terlalu cepat, dan tak sempat menghindar.

Seluruh garis depan berlari menuju jebakan itu, rantai berduri memotong melalui semua kaki kuda, mengirim para penunggangnya mencium tanah dengan wajah lebih dulu, kuda-kuda mendarat di atas mereka. Lusinan dari mereka tertindih dalam kekacauan.

Erec tak punya waktu untuk berbangga diri atas kerusakan yang telah ia lakukan: lapisan pasukan lain berbelok dan menerjang ke arahnya, menyerang dengan teriakan perang, dan Erec berguling untuk menyerang mereka.

Saat ksatria pertama mengangkat sebuah tombak, Erec mengambil kesempatan dari apa yang ia miliki: ia tak punya kuda, dan tak dapat menyamai para prajurit ini dengan ketinggian mereka, tapi karena ia berdiri rendah, ia bisa menggunakan tanah di bawahnya. Erec tiba-tiba merunduk, berguling, mengangkat pedangnya dan memotong kaki kuda prajurit itu. Kuda itu goyah dan prajurit itu jatuh dengan wajah lebih dulu sebelum dia punya kesempatan untuk melepaskan senjatanya.

Erec terus berguling, dan berhasil meloloskan diri injakan kaki kuda di sekelilingnya, yang harus memisahkan diri untuk menghindari berlari menuju kuda yang terjatuh. Banyak yang tidak berhasil melakukannya, tersandung hewan yang mati, dan lusinan kuda lain jatuh ke tanah, menimbulkan kepulan debu dan menyebabkan hambatan di antara pasukan.

Itu persis seperti yang Erec harapkan: debu dan kebingungan, lusinan lain jatuh ke tanah.

Erec melompat berdiri, mengangkat pedangnya dan menahan sebuah pedang yang datang ke arah kepalanya. Ia berputar dan menahan sebuah tombak, kemudian lembing, lalu kapak. Ia bertahan dari serangan yang bertubi-tubi ke arahnya dari semua sisi, tapi ia menyadari bahwa dirinya tidak bisa menahan serangan ini selamanya. Ia harus menyerang jika ia berhasil mendapatkan kesempatan.

Erec berguling, keluar dari kepungan itu, berlutut, dan menghunus pedangnya seolah-olah itu adalah sebuah tombak. Pedang itu terbang melalui udara dan menuju dada penyerang terdekat; matanya terbelalak dan dia jatuh ke arah berlawanan, mati, jatuh dari kudanya.

Erec mengambil kesempatan dengan melompat menuju kuda pria itu, menyambar cambuk pria itu dari tangannya sebelum dia mati. Itu adalah sebuah cambuk yang bagus, dan Erec merebutnya untuk alasan ini; cambuk itu mempunyai poros perang panjang dan sebuah rantai sepanjang empat kaki, dengan tiga bola berduri di ujungnya. Erec menarik ke belakang dan mengayunkannya tinggi di atas kepala, memukul senjata dari tangan beberapa lawan sekaligus; lalu ia mengayunkannya lafi dan menjatuhkan mereka dari kuda-kudanya.

Erec mengamati medan pertempuran dan melihat bahwa ia telah melakukan kerusakan yang cukup besar, dengan hampir seratus ksatria tumbang. Tapi yang lain, setidaknya dua ratus dari mereka, berkumpul kembali dan sekarang menyerang dirinya – dan mereka semua gigih.

Erec berpacu untuk menyambut mereka, satu pria menyerang dua ratus pria, dan mengumandangkan sebuah teriakan perang untuk dirinya sendiri, mengangkat cambuknya setinggi mungkin, dan berdoa kepada Tuhan bahwa kekuatannya cukup untuk menahan mereka.

*

Alistair menangis saat ia berpegangan pada Warkfian sekuat tenaga, kuda itu berpacu, membawanya menuju ke jalan yang sangat familiar menuju Savaria. Ia telah berteriak dan menendang hewan itu sepanjang jalan, mencoba dengan semua kekuatannya untuk membuat kuda itu berbalik, berpacu kembali kepada Erec. Tapi kuda itu tidak mau mendengarkan. Ia tidak pernah menjumpai kuda apa pun seperti yang satu ini sebelumnya–kuda itu mematuhi dengan teguh pada perintah tuannya dan tak tergoyahkan. Jelas sekali, kuda itu diperintahkan untuk membawa dirinya tepat ke mana Erec memberi perintah kepada kuda itu–dan ia akhirnya menyerah karena tak ada bisa ia lakukan atas hal itu.

Perasaan Alistair campur aduk saat ia berkuda kembali melalui gerbang kota, sebuah kota di mana ia telah tinggal begitu lama sebagai seorang pelayan kontrak. Di sisi lain, kota itu terasa akrab–tapi di sisi lain, kota itu membawa kenanangan tentang pemilik penginapan yang telah menindasnya, tentang segalanya yang tidak benar mengenai tempat ini. Ia telah sangat berharap untuk bisa berubah, untuk keluar dari sana bersama Erec dan memulai hidup baru bersama dia. Saat ia merasakan keamanan di dalam gerbangnya, ia juga merasakan firasat buruk yang semakin besar mengenai Erec, ada di sana sendirian, melawan pasukan itu. Pikiran tentang hal itu membuatnya mual.

Menyadari bahwa Warkfin tidak akan berbalik, ia tahu bahwa taruhan terbaiknya adalah dengan meminta bantuan untuk Erec. Erec telah memintanya untuk tinggal di dini, di dalam keamanan gerbang ini – tapi itu adalah hal terakhir yang akan ia lakukan. Ia adalah putri seorang raja, terlebih lagi, dan ia bukanlah seseorang yang akan lari dari rasa takut atau pun dari konfrontasi. Erec telah menemukan kesesuaian di dalam dirinya: ia adalah bangsawan dan sama teguhnya seperti dirinya. Dan tak mungkin ia akan bisa hidup sendirian jika apa pun terjadi pada Erec di sana.

Karena mengenal kota kerajaan ini dengan baik, Alistair mengarahkan Warkfin menuju istana Adipati – dan sekarang karena mereka ada di dalam gerbang, hewan itu mematuhinya. Ia berkuda menuju pintu masuk istana, turun dari kuda, dan berlari melewati pengawal yang mencoba untuk menghentikan dirinya. Ia mengabaikan pekikan mereka dan berlari menuju ke koridor pualam yang telah ia pelajari dengan baik sebagai seorang pelayan.

Alistair mendorong bahunya pada pintu istana yang besar menuju ke ruangan balai, menubruknya hingga terbuka, dan menerobos masuk ke ruangan pribadi Adipati.

Beberapa anggota dewan berpaling ke arahnya, semua mengenakan pakaian kebesaran, Adipati duduk di tengah dengan beberapa ksatria mengelilinya. Mereka semua menunjukkan ekspresi terkejut; ia jelas sekali mengganggu suatu urusan penting.

“Siapakah kau, wahai perempuan?” salah satu dari mereka berseru.

“Siapa yang berani mengganggu urusan penting Adipati?” teriak yang lain.

“Aku kenal wanita itu,” ujar Adipati, berdiri.

“Aku juga mengenalnya,” ujar Brandt, yang dikenalinya sebagai teman Erec. “Itu adalah Alistair, bukan begitu?” tanyanya. “Istri baru Erec?”

Ia berlari ke arahnya, menangis, dan menggenggam tangannya.

“Tolonglah, tuanku, tolong saya. Erec butuh bantuan!”

“Apa yang terjadi?” tanya Adipati, waspada.

“Dia berada dalam bahaya besar. Saat ini dia menghadapi sepasukan musuh sendirian! Dia tidak membiarkan saya berada di sana. Tolonglah! Dia butuh bantuan!”

Tanpa sepatah kata, semua ksatria berdiri dan mulai berlari menuju balai, tak seorang pun dari mereka merasa ragu; ia berbalik dan berlari bersama mereka.

“Tinggallah di sana!” Brandt mendesak.

“Tidak mau!” ujarnya, berlari di belakangnya.”Saya akan membimbung Anda kepadanya!”

Mereka semua berlari bersama-sama menuju koridor, keluar dari pintu istana dan berkumpul dalam kelompok besar menunggu kuda, masing-masing dari mereka naik ke kuda tanpa ragu sedetik pun. Alistair melompat ke atas Warkfin, menendang, dan memimpin kelompok itu, dengan cemas pergi bersama mereka.

Saat mereka berkuda melewati istana Adipati, semua tentara di sekeliling mereka mulai naik ke kuda dan bergabung dengan mereka – dan pada saat mereka meninggalkan gerbang Savaria, mereka ditemani oleh sepasukan besar prajurit yang terus bertambah hingga setidaknya mencapao seratus prajurit. Alistair berkuda di depan, di samping Brandt dan Adipati.

Купите 3 книги одновременно и выберите четвёртую в подарок!

Чтобы воспользоваться акцией, добавьте нужные книги в корзину. Сделать это можно на странице каждой книги, либо в общем списке:

  1. Нажмите на многоточие
    рядом с книгой
  2. Выберите пункт
    «Добавить в корзину»